Monday, July 31, 2006

Bukan……bukan soal aku terlalu banyak permintaan

Duh….Allahku rasanya aku hampir putus asa sendiri menjalani proses menjelang pernikahanku ini. Kedua orang tuaku tak mau mengerti tentang apa yang kualami dibanding dengan hitung-hitungan hari yang sedang mereka lakukan untukku. Tak ada satu pun yang menanyakan apa alasanku untuk menikah sesuai prosedur yang benar ini. Bahkan tak ada yang menghargai keberanianku untuk mengambil keputusan ini. Tetap semuanya seolah bisa ditoleransi. Semuanya bisa dikompromi. Semuanya bisa ditunda. Mentang-mentang aku mengambil keputusan menikah bukan karena hamil ataupun seks di luar nikah. Aku memohon untuk dinikahkan sama mereka lantaran ingin menjaga diriku. Lantaran ingin memuliakan mereka. Ah, tapi tak ada yang peduli soal itu.

Apa mesti nunggu aku hamil dulu biar semuanya disegerakan ? apa nunggu aku ketangkap melakukan hubungan seks dulu biar segera dipercepat ?.


Aku muak dengan segala hitung-hitungan hari, aku muak dengan tetek bengek prosesi pernikahan, aku muak dengan segala macam pantangan, aku muak dengan ketidakpedulian mereka atas keputusanku. Aku muak dikompromi, aku muak untuk selalu ditunda-tunda. Aku muak dibilang terlalu terburu-buru. Aku benar-benar muak dibilang terlalu banyak permintaan.


Sungguh Rabb bahkan permintaanku lebih sederhana daripada permintaan mereka untukku. Aku hanya ingin menikah, ijab kabul, resmi. Yah itu saja. Kapan pun harinya insya allah itu adalah waktu yang terbaik. Aku yakin Engkau tak pernah menciptakan waktu yang buruk. Semua waktu akan selalu baik tinggal apa niat kita, dan apa perbuatan kita.


Aku mulai bosan ketika waktu pernikahanku semakin diundur-undur. Bayangkan, dari yang awalnya agustus jadi september jadi november sekarang jadi januari. Lalu bulan apa lagi sebentar lagi ???. Bukankah dalam agamaku sudah diajarkan bahwa jarak antara waktu lamaran dengan pernikahan tidak boleh terlalu lama. Yah, aku setuju banget soal itu. Aku bener-bener ngerasain betapa lebih beratnya yang aku rasakan. Sekarang ini aku bukan dalam status pacaran, aku sudah dilamar orang tapi juga belum bisa terlalu dekat dengannya, karena belum ada ijab kabul.


Aku rasa pacaran dimana ada aktivitas ciuman, pegangan tangan, pelukan, asal gak sampai hamil menjadi hal yang dianggap lebih baik oleh orang tua-orang tua saat ini dibanding nikah di usia muda. Aku ngerasa nikah di usia muda sesuai prosedur yang benar selalu dianggap sesuatu yang masih bisa ditunda. Seolah belum ada sesuatu yang menakutkan untuk disegerakan. Seolah semuanya masih bisa ditahan. Yah….karena aku nggak hamil. Jadi itu masih dianggap aku bisa menahan.


Who knows ketika seharian aku gak pernah berhenti mikirin dia ? who knows ketika terbersit untuk selalu lebih dekat dengannya ? who knows ketika aku ingin memegang tangannya ?. Dan itu bukanlah hal yang terlalu berat buat mereka. Itu hal yang biasa. Itu gak apa-apa dilakukan asal gak hamil. Padahal nurut aku hamil itu cuma bagian kebodohan manusia sehingga kesalahan itu sampai berwujud. Bukankah sama saja dengan kita melakukan kesalahan-kesalahan lain yang tidak berwujud ? hanya soal penampakannya saja kan yang berbeda ?


Rabb….beri hambaMu kekuatan agar bisa terus memperjuangkan niat mulia ini. Aku melakukan ini tak hanya untuk diriku semata. Aku juga melakukan ini untuk mama dan papaku. Agar kesalahan yang aku lakukan tak menjadi bagian kesalahan mereka juga. Rabbi, berikanlah pengertian ini pada mereka, bahwa inilah caraku memuliakan mereka. Inilah bentuk sayangku pada mereka. Jangan malah menganggap ini bagian ketaksanggupanku membahagiakan mereka. Aku tahu sampai kapanpun tak ada yang bisa menggantikan apa yang telah mereka berikan buat aku. Soal kebahagiaan itu aku pasrahkan padaMu Rabb. Kau yang lebih tahu soal mengatur kebahagiaan seseorang. Aku hanya melakukan yang terbaik buat mama dan papaku. Aku sayang sama mereka ……sayangg….banget….. Inilah bentuk pengabdianku buat mereka.


Dan aku tak kan sanggup menunggu lebih lama lagi

Aku takut mulai kepayahan untuk berjuang

Aku takut mulai bosan tertatih tatih

Aku takut mulai enggan menantikan saat itu lagi

Aku takut mulai tak menganggap pernikahan sebagai caraku mengabdi

Aku takut mulai memilih seks bebas daripada menanti hari pernikahanku

Aku takut mulai muak dengan kata-kata ‘nikah’

Aku takut mulai menikmati kesalahanku

Aku takut mulai malas membahas indahnya pernikahan dini


BOHONG BESAR SEMUA BUKU TENTANG PERNIKAHAN DINI YANG MUDAH!!!!!!

ITU SEMUA HANYA ADA DI DUNIA IMAJINASI, DUNIA IDEALIS !!!!

INILAH DUNIA NYATA …….DUNIA BANYAK ORANG…………

DAN PERNIKAHAN DINI TAK SEMUDAH YANG DIKIRA ORANG

PERNIKAHAN DINI SAMA DENGAN PERGI KE MEDAN PERANG

BUTUH PELURU DAN STAMINA YANG KUAT UNTUK TERUS BERTAHAN DARI SERANGAN BERBAGAI PIHAK

HANYA YANG KUAT BERTAHANLAH YANG MENJADI PEMENANG



Thursday, July 27, 2006

pas lagi banyak masalah yang menghadang kita

Lumpur, pasir, dan sampahlah yang dihanyutkan arus. Batu-batu bertahan menantang dan membelahnya. Sementara. kita ingin jadi ikan yang bergetak lincah di dalamnya
(Y.Aditya 2876:8)

SURAT TERBUKA BUAT MAMA DAN PAPA TERCINTA

31 Oktober 2005
Buat : kedua orang tuaku


Ma...Pa... uti pingin banget nikah. Sekarang ini yang ada di otak uti cuma lagi gak pingin berbuat dosa lagi. Mama sama papa tahu gak kalo seorang wanita berduaan ama lain muhrim tuh ada dosa tersendiri ? uti gak pingin terus-terusan dosa Ma...Pa. Yahh...meski sampai saat ini uti masih bisa jaga diri, tapi yang namanya setan itu kan pinter jadi kalo gak nggoda lewat indera ya lewat hati.
Ma...Pa...uti ngerti, papa sama mama juga ngawatirin uti. Takut uti ntar gak bahagia, takut uti ntar terlantar. Tapi Ma...Pa... bukankah Allah sendiri dah janjiin sama kita kalo dengan pernikahan Allah akan membuat kita jadi kaya ??. Mungkin bagi Mama sama papa yang dah pernah ngerasain pahit manisnya rumah tangga, itu semua hanya isapan jempol belaka. Tapi uti bener-bener yakin semuanya akan baik-baik saja kalo kita percaya ama Allah. Bukankah uti juga milikNya. Dan bukan milik mama dan papa sepenuhnya ?? Insya Allah Mama sama papa cuma dititipin uti. Ma...Pa... tanggung jawab mama sama papa buat uti kayaknya dah cukup banyak. Uti makasih banget atas semua hal yang dah kalian berikan buat uti.
Sebenernya yang uti mau dari sebuah pernikahan itu bukan suatu perpisahan, seperti yang sering kalian gaungkan. Uti pingin nikah, tapi juga tetep bisa deket sama papa sama mama. Bagi uti, pernikahan itu bisa menghalalkan hubunganku dengan seorang lawan jenis yang lain. Jadi gak akan menimbulkan fitnah jika aku mesti boncengan ato pulang larut malem ama seorang cowok. Lagian Ma...Pa...tahukah kalian bahwa di luar sana itu sekarang tak lagi aman seperti dunia kalian dulu. Betapa kami kadang susah jaga hati dan jaga diri. Uti cuma takut terjebak situasi.
Ma...Pa...uti cuma mau ngingetin bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anak perempuannya ketika ia sudah baligh adalah menikahkannya. Yah...mungkin kalian gak pernah ngerti apa aja yang udah aku alamin. Tapi yang jelas nikah bener-bener sebuah solusi mulia demi kehormatan kalian bukan sebaliknya. Selama ini pengertian kalian adalah menikah dengan resepsi yang indah, gedung yang megah, rumah yang mewah, mobil, gaji yang besar dsb. Ma....Pa...lagi-lagi bukan itu dulu yang uti harapkan.
Kalian tahu keinginanku ??????
Sekarang ini aku cuma pingin sebuah hubungan resmi yang namanya pernikahan. lebih tepatnya akad nikah. Tak perlu bermewah-mewah dulu kupikir. Cuma untuk menghalalkan hubunganku dengan lawan jenis dulu. Jadi nikah yang dihadiri oleh beberapa kerabat keluarga, temanku dan beberapa tetangga di KUA atau selamatan di rumah dengan suasana sederhana. Dan ketika aku sudah resmi seperti itu, baru sambil direncanakan sebuah pesta mewah.
Uti nikah gak pingin punya anak dulu kok. Jadi tenang aja !!! Uti pingin 'pacaran' dulu ama suami uti.
Kalo soal rumah, insya Allah gak ada masalah. Calon suamiku sudah punya rumah, meski itu sebuah rumah kontrakan. Kalo soal uang buat keperluanku, insya allah aku juga gak bakal kekurangan banget. Rejeki buat kami tentu akan semakin mengalir ketika niat kami tulus demi menyempurnakan separuh agama.
Ma....Pa.......nikah bukan hanya urusan duniawi. Terlebih ini urusan akhirat. Maukah kalian melihatku difitnah orang hanya karena sering jalan dengan laki-laki ?
Jangan bilang solusinya untuk tak jalan dengan laki-laki !!!!!!!!
Ma.... Pa... uti rasa uti sudah cukup gede untuk menjalani sebuah pernikahan. Insya Allah uti akan berusaha sekuat tenaga untuk membangun sebuah rumah tangga mulai dari nol.
Ma......Pa........ijinkan uti menyempurnkan separuh agama uti dan menghindari fitnah dari orang-orang.
Ma........Pa.........kalian berdua adalah orang tua terbaik yang ada di dunia ini. kuharap kalian mau mengerti. Jasa kalian tak sedikit pun aku mampu membalasnya. Hanya Allah lah yang mampu membalas semua jasa-jasamu. Jazakillah Khairan Katsira.
Semoga Allah berkenan memberikan ampunan, hidayah dan rahmatNya kepada kalian berdua. Serta diberi kesanggupan mengiringi perjalanan hidup kami --anak-anakmu -- hingga akhir masa.
Amien.

Sunday, July 23, 2006

Konsekuensi Menikah


Nihh....ceritanya aku nulis ini waktu maen ke tempetnya masku. Hmm...sempet gak enak gitu ma iparnya karena dia ceritain sesuatu tentang suaminya ke aku. Yah, waktu itu sih aku masih jadi pendengar pasif aja. Gak bisa kasih nasehat apa-apa buat dia. Biz-nya aku dengerin dia cerita baru deh aku nulis2 di block note ku. Neee....hasil pengendapan pikiranku :p

Refleksi 30 Mei 2006 18:24 WIB

Ternyata sampai berapapun usia kita dan bagaimanapun status kita, perasaan dihargai itu selalu ingin kita dapatkan. dalam sebuah keluarga pun hal ini sangatlah penting. Bahwa pasangan kita adapah a part of our live that need our support, our love and our reward.

Pernikahan sering aku menyebutnya kerja sosial. Why ? Because in marriage is not 'Me' or 'I' again but 'Us'. Masalah yang melanda dalam rumah tangga entah besar atau kecil teteaplah masalah bersama. Semuanya harus diselesaikan bersama. Seberapa pahit pun kita menjalaninya, We Must Do It.

Pernikahan juga merupakan kompromi. Bagimana kita belajar untuk memaafkan, bertoleransi bahkan ketika kita harus mengalah dan memberi keleluasaan pada pasangan kita terlebih dahulu. Memang akan terasa sulit awalnya ketika harus memaafkan atau ebrtoleranis dengan pasangan yang kita anggap tidak bisa menghargai kita. Tapi, perlu diingat bahwa suatu perilaku terbentuk dari berbagai macam variabel-variabel yang lain. Coba kita cari, variabel yang mana itu ?

Belajar untuk menerima pasangan kita adalah salah satunya. 'Menerima' di sini tak hanya diartikan secara fisik semata. Tapi lebih dari itu. Cobalah untuk menerimanya dengan hati. Cobalah untuk tidak membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan keburukannya. Apapun yang pernah ia lakukan pada kita, terutama keburukannya sebisanyalah kita menutupinya.

Mengutip salah satu ahdis Nabi, yang intinya : Istri/ Suamimu adalah sebagai bajumu. Sebagaimana baju bisa berfungsi sebagai penutup aurat. Penutup hal-hal yang tidak perlu diumbar. Termasuk keburukan.

Mencoba membangun rumah tangga yang diridloiNya dengan memulai pada hal-hal kecil. belajar menerima dan menghargai serta menjadi penutup aurat yang indah bagi pasngan kita.

Tuesday, July 18, 2006

HIDUP DENGAN BERSYUKUR

Ada banyak hal yang perlu kita syukuri dalam hidup. Keluarga kita, teman-teman kita, saudara kita, sahabat kita, pasangan kita. They’re always love us. Bersyukur atas cinta mereka untuk kita. Tak ada yang bisa menandingi mereka. Mereka adalah orang-orang yang terbaik yang akan selalu membuat kita rindu. Ini akan lebih terasa ketika kita berada di lingkungan asing. Kerinduan pada mereka yang telah menerima kita apa adanya dan memberikan cintanyalah yang akan selalu terpatri dalam dada. Bersyukur atas orang-orang yang mencintai kita dan selalu menerima kita apa adanya