Tuesday, January 27, 2009

sebuah cerpen : Jangan Lukai Tia

" Aku mimpi buruk lagi !! !", batin Sekar dengan kening berpeluh. Jam di hp-­nya masih menunjukkan jam 5 pagi. Perlahan-Iahan ia menggeser tubuhnya ke tepi tempat tidur. "Uhhh... .mengapa aku mimpi dia lagi ?? aku tak tega melihat wajahnya yang sepucat itu". lni sudah hari ke- 7 Sekar selalu dibangunkan oleh ‘jam weker otomatisnya'. Yah... sebuah mimpi. Mimpi yang membuat perasaanya campur aduk tak karuan.

Setelah beberapa saat ia termangu di tepi tempat tidur barulah ia mulai beranjak.

"Bunda, mungkin nanti Sekar pulangnya agak telat ada praktikum setelah kuliah".

"Iya...kamu kapan sih gak pulang telat. Tiap hari juga pulangnya malem terus“.

"Ihh.. .Bunda nyindirnya ngena banget", ucap Sekar sambil mukanya memerah.

"Wiihh... pagi-pagi udah ramai nih. Ayah boleh ikut gabung ?", ucap Ayah Sekar tiba-tiba mengagetkan.

Sekar sempat terlonjak kaget dan hampir saja sendok yang dipegangnya

jatuh. Seketika ia berdiri dari tempat duduknya dan berpamitan pada ibunya tanpa menghabiskan makanannya.

"Bunda, Sekar berangkat dulu", pamitnya sambil mencium tangan ibunya.

"Hati­-hati di jalan ya, Sekar ", jawab ibunya lembut.

"Ya, Bunda", jawabnya sambil ngeloyor pergi.

o0o

" Sekar kamu sudah selesai praktikumnya ?", tanya Ais teman sekelas

sekaligus sahabatnya.

"Udah. Puyeng nih kepalaku. Ternyata sulit banget yah jadi tester. Mana yang jadi testee-ku nggak bisa fokus sama pertanyaan yang aku beri. Tahu gitu, kapan-kapan aku cari testee yang cerdas aja biar langsung connect “, keluh Sekar.

" Duuhh Sekar segitunya. Kayak cuma kamu saja yang punya masalah. Sudah lupakan, bagaimana kalau kita makan-makan dulu sekarang ?", tawar Ais sambil menumpangkan tangannya di bahu Sekar.

"Makasih deh Is, tapi aku mau langsung pulang aja. Nggak enak sama Bunda tiap hari pulang malem terus".

"Oh ya sudah. Hati-hati di jalan ya, Nona Manis ", ucap Ais sambil mencubit pipi Sekar dan lari meninggalkan Sekar yang meringis kesakitan.

Sekar pun dengan sigap membereskan kertas-kertas laporannya dan bergegas menuruni tangga laboratorium. Hari ini ia berharap pulang lebih awal. Kasihan sama ibunya yang tiap hari kesepian. Pernah Sekar menawari ibunya untuk mencari pembantu, tapi yah... wanita segigih ibunya pasti akan menolak dengan alasan lebih baik uangnya untuk kuliah Sekar aja. Sekar sampai tak habis pikir, ibunya itu dibuat Tuhan dari apa ya ? Kok bisa sebaja itu sosoknya.

Sesampainya di jalan rumahnya Sekar pun menyempatkan diri untuk berhenti di sebuah sungai kecil yang ditumbuhi bunga bakung dan ini bukan kali

pertama ia menyendiri di tempat itu. Memandangi aliran sungai itu, ia serasa memasuki dunia lain. Dunia yang selalu berkutat di pikirannya. Dunia yang mengerikan tapi juga sering membuatnya rindu.

" Kak...boleh aku duduk di sini ?", tiba-tiba seorang gadis kecil menepuk pundaknya. Refleks, Sekar pun menoleh. Dilihatnya gadis kedl itu, matanya benar­-benar cantik, pikir Sekar. Dan rambut yang dikepang dua membuat ia tampak lebih manis. Mengingatkan ia pada seseorang.

"Kaakk... ", ucap gadis kecil itu menyadarkan Sekar.

"Oh...eh...iya , boleh-boleh sini duduk dekat kakak ", jawab Sekar terbata-bata.

"Adik... namanya siapa?", tanya Sekar sambil mengulurkan tangannya.

"Tia ". Deg, jantung Sekar hampir berhenti mendengar ia menyebut namanya.

"Kakak kenapa ? ", tanya gadis kecil itu heran melihat perubahan mimik

wajah Sekar.

"Eh nggak, nggak apa-apa. Kok Tia ke sini sendirian, mamanya dimana ?", tanya Sekar sambil mengamati sosok mungil di sampingnya.

"Mama Tia lagi di tumah sendirian. Tiap hari Tia juga ke sini sama seperti Kakak".

Hahh...darimana gadis kecil ini tahu kalau Sekar hampir setiap hari ke sini ?!, batin Sekar tak percaya. Ah mungkin runiahnya dekat sini."Mmm...Tia rumahnya di dekat sini ?". "Iya Kak, tuh di gang pojok situ"; jawabnya sambil menunjuk ke arah rumahnya.

Tak berselang lama pembicaraan di antara mereka pun mulai mengalir. Tia

temyata tidak seperti anak kecil kebanyakan. Ia bahkan tahu apa-apa yang sedang

dirasakan Sekar. Kadang Sekar tersenyum geli melihat tingkah laku Tia. Seorang,.

gadis kecil tapi juga teman curhat yang lucu. Yah... gaya celoteh anak kecil yang

polos begitulah kiranya sosok Tia di mata Sekar.

Dan....

Hari ini Tia pulang malam lagi. Padahal rencananya hari ini ia mau menemani ibunya di rumah. Duhh...gawat nih. Dengan berjingkat-jingkat ia melewati teras rumahnya. Kemudian ia mengintip ruang tamu. Ah...sepi , untunglah. Dibukanya pintu itu perlahan-lahan dan ..

."Ehem..ehem ". Suara berdehem Ayah Sekar !!.

Mati aku !, batinnya.

"Dari mana saja Sekar sampai selarut ini ?! ", tanya Ayah Sekar.di kursi pojok yang rnemangg hampir tak terlihat.

"Dari kampus ", jawab Sekar singkat.

"Dari kampus, kok sampai malam begini ?!", tanya Ayahnya sekali lagi.

"Ada praktikum. Tadi sudah ijin sama Bunda".

"Lain kali kalau memang sampai malam telepon ke rumah saja. Mungkin Ayah bisa jemput kamu ".

"Makasih", jawab Sekar dan pergi tanpa menoleh sedikit pun.

. Menyusuri ruang tengah, tak dilihatnya ibunya. Dapur, kamar mandi, ruang makan, dan teras belakang, pun demikian. Pikirannya mulai kacau, Hahh...jangan-jangan Bunda...!. Tangannya mulai gemetar dan keringat tiba-tiba saja mengalir dari pelipisnya. Seperti orang kesetanan Sekar membuka semua pintu di rumahnya. Dari satu ruang ke ruang satunya dan dengan tatapan mata yang 'ngeri'. Setelah semua pintu ruangan ia buka dan tak ditemukan ibunya, tinggal satu pintu yang belum ia buka. Sebuah gudang kecil di belakang.

Hampir mati rasanya ketika Sekar hendak memutar pegangan pintu gudang. Bayangan kengerian yang akan ia lihat begitu nyata berada di depan matanya. Klek . Sudah.…pintunya sudah bisa dibuka. Namun yang dilihat di dalamnya hanya gelap. Perlahan-lahan ia mulai membuka pintu itu lebar-lebar. Tiba-tiba tatapan matanya tertuju pada bayangan yang sedang meringkuk di pojok gudang.

"Haaahhh ….Bundaaa……", teriak Sekar sekencang-kencangnya dan menabrakkan tubuhnya ke arah bayangan itu tadi. Kontan Bundanya langsung menoleh kaget dan hampir. terjatuh menyangga beratnya tubuh Sekar.

"Bu...Bu….Bun...da...nggak apa-apa??!!”, tanya Sekar gemetar sambil bercucuran air matanya. Dilihatnya tangan Bunda bersimbah darah.

"Sekar...kamu kenapa Nak?", tanya ibunya sambil memeluk Sekar.

"Bunda nggak apa-apa. Ini tadi Bunda lagi nyari oven buat bikin kue besok, trus gak sengaja tergores. Luka ini kan hanya luka kecil.", ucap ibunya menenangkan.

Sekar mulai mengamati ibunya pelan-pelan. Benar! Bunda baik-baik saja, batinnya. Tiba-tiba saja Ayahnya sudah muncul di depan pintu gudang. Emosi Sekar pun kembali meluap. Dilepaskannya pelukan ibunya dan ia berusaha pergi dari gudang itu cepat-cepat. Hampir-hampir ia menabrak tubuh Ayahnya yang masih keheranan melihat mereka berdua. Diabaikannya pangilan-panggilan ibunya. Namun di ujung ruangan Sekar tampak berhenti dan hendak memeluk sesuatu .

"Makasih ya Tia mau dateng menenangkan Kakak ", ucapnya sambil membungkuk memeluk Tia. Dari kejauhan ibunya memandang aneh ke arah Sekar. Apa yang sedang dilakukannya ? Ah mungkin hanya pandanganku saja yang agak samar, batinnya. Kemudian ia keluar dari gudang dibantu Ayah Sekar.

o0o

Semenjak kejadian malam itu tingkah laku Sekar berubah. Pagi hari tak pernah ia sentuh masakan ibunya. Ia hanya melirik sebentar ke arah meja makan, kemudian langsung berpamitan dan pergi.

"Sekar, kamu nggak sarapan dulu ?", Tanya Bundanya dengan pandangan cemas. "Nggak Bunda. Sekar masih kenyang", jawabnya sambil mengecup tangan ibunya dan kemudian pergi.

Badan Sekar makin kurus saja tiap hari dan tak terawat. Sudah berkali-kali ibunya mengingatkan untuk lebih merapikan penampilannya, tapi tak sekalipun Sekar menggubrisnya. Ia hanya mengiyakan dan tak ada respon setelah itu. Karena ibunya penasaran dengan perubahan Sekar, ia pun mencoba untuk masuk ke dalam kamar Sekar. Dan melihat apa saja yang biasa Sekar lakukan kalau sedang mengurung diri di kamarnya.

Klek. Dibukanya pintu kamar Sekar perlahan-lahan. Hhh.. .kamar itu begitu gelap dan pengap. Kertas-kertas berserakan dimana-mana, boneka-boneka yang digantung tepat di atas tembok tempat tidumya, dan tempelan-tempelan di dinding serta kaca. Ibunya harmpir tak percaya. Sekar bukan orang yang biasa berantakan. Ibunya masih ingat ketika ada bekas makanan tercecer di lantai kamamya dan ia hampir seharian membersihkan seluruh ruangan kamarnya. Namun ada yang mencolok dari semua gambar-gambar yang ditempel di dinding kamarnya. Sebuah foto besar Ayah Sekar yang wajahnya di sana-sini sudah dicorat-coret. Dan sebuah pisau kecil menancap tepat di keningnya. Ada apa denganmu, Sekar ??!, batin ibunya sambil tangannya mengelus dada dan menatap nanar seisi ruangan.

o0o

Kuliah hari ini tentang psikologi kerpibadian. Bu Helen, dosen killer, yang terkenal suka 'menyantap' mahasiswanya sudah dari pagi tadi bercuap-cuap di depan kelas. Tak ada satu pun mahasiswa yang tak menunjukkan muka keseriusan, kecuali Sekar. Ia duduk di bangku pojok paling belakang dengan pandangan matanya kosong menatap keluar jendela. Sambil sesekali ia tersenyum dan seperti sedang berbicara dengan seseorang sambil berbisik-bisik. Tak ada yang menyadarinya kecuali Ais. Sebagai sahabat Sekar mulai dari SMA, Ais banyak tahu apa saja kebiasaan-kebiasaan Sekar. Dan beberapa bulan terakhir ini, Sekar berubah total. Tak terdengar lagi celoteh riang Sekar, gerak ketika ia berada di organisasinya dan sanggahan ­- sanggahan ia untuk para dosen.

"Tia..akhir-akhir ini aku merasa kesepian. Jangan pemah tinggalin Sekar sendirian ya?". "Iya Kak. Tia nggak akan pemah tinggalin Kakak, Cuma Tia takut sama Ayah Kak Sekar ...", jawab Tia. "Aku pasti akan melindungimu dari 'orang gila' itu. Tak akan kubiarkan ia rnenyentuh seujung jari Tia sekalipun !. Tia jangan takut ya, Kita tunggu waktu yang tepat untuk menyingkirkannya". Ais yang duduk tepat di sampingnya benar-benar merasa semakin iba pada sahabatnya itu .

"Ehm... Sekar, boleh aku tanya sesuatu padamu ?", tanya Ais

setengah berbisik.

"Kamu mau tanya apa ?", jawabnya.

"Akhir-akhir ini aku melihat sikapmu mulai berubah. Apa kamu baik-baik saja ?", tanya Ais hati-hati.

"Aku baik­-baik saja.Apalagi bersama teman baruku. Mau kukenalkan dengannya?".

"Boleh. Kapan aku bisa menemuinya ?" tanya Ais penasaran.

"Tuh dia sekarang ada di dekat jendela sedang melihat kita".

Spontan Ais memalingkan padangannya ke luar jendela. Kosong. Tak ada sesuatu pun yang dilihatnya. Ia mencoba menjulur-julurkan kepalanya sekali lagi mencoba untuk meyakinkan dirinya. Iya. Di luar jendela itu benat-benar kosong, tak ada seorang pun.


"Emm...Sekar, apakah temanmu itu benar-benar ada di luar jendela ? Aku tak melihat apa pun di situ".

" Iya ia masih berada di situ. Seorang gadis kecil bermata indah dengan

Rambut yang dikepang dua. Lihatlah dia sedang melambai pada kita!!”, jawabnya riang.

Sekali lagi Ais mendongakkan kepalanya keluar. Dan... .kosong !!

"Apa kau sudah melihatnya ??", tanya Sekar penuh harap sekali lagi

"Aku belum melihatnya Sekar ", jawab Ais sambil tetap penasaran

"Oh.. .sayang sekali ia baru saja lari mengejar kupu-kupu yang sedari tadi

bertengger di jendela ", tukas Sekar tenang

" Yahh…mungkin lain kali aku bisa berkenalan dengannya ", Ais kecewa

o0o

" Tia mau kemana ?", tanya Sekar pada Tia yang hendak keluar dari kamarnya.

"Tia mau ke belakang sebentar. Boleh ya, Kak ?! ", rajuk Tia manja.

" Kakak temenin ya.Nanti takut ketahuan orang rumah kalau Tia ada di sini ".

"Nggak deh, Tia berani kok keluar sendiri".

"Ya sudah. Hati-hati ya ", pesan Sekar sambil mengelus kepalanya

Sementara Tia keluar, Sekar mulai mencorat-coret lagi gambar besar yang ada di kamamya. Kini dengan tinta merah. Gambar itu hampir tak berbentuk lagi. Namun Sekar masih saja mencoreng-corengnya sambil mendesis-desis. "Kau tak akan pernah aku maafkan!!". Tiba-tiba saja bayangan gelap masa lalunya muncul. Suara tangis dan teriakan kesakitan menggema di telinganya. Kak...Kak Sekar ... Tolonggg III.

"Ah... suara itu muncul lagi", pekik Sekar sambil mendekapkan kedua tangannya di telinga. Jelas terlihat bayangan tubuh mungil menggelepar terlempar ke dinding. Jerit itu makin keras. Kak Sekar...tolonggggg!!!!. Sekar pun semakin mendekapkan kedua tangannya. Kini yang terlihat adalah wama merah. Rintihan karena sakit yang mencekik berubah menjadi lautan merah yang membasahi dinding. Sekar hampir kaku melihat bayangan-bayang yang berkelebat di kepalanya itu. Ketika yang terdengar hanya suara nafas yang terengah-engah dan terlihat darah yang mengucur diantara matanya yang melotot padanya. "Aaaarrrgggggghhh…!!!", teriak Sekar. Pintu pun terbuka. Sekar tersadar dan cepat ia melihat siapa yang dating ke kamarnya. Tia. Tia datang dengan pakaian penuh darah dan lunglai.

"Tiiiiaaaa..siapa yang melakukannya ?!!", tanyanya dengan mata tajam.

"Ayah Kak Sekar".

Tak didengarkan lagi kata selanjutnya dari Tia. Sekar secepatnya berlari menyambar pisau kecil yang ada di dinding. Dan ia keluar kamar mencari ayahnya. Tampak terlihat ayahnya sedang bersama ibunya di teras belakang. Dengan segala kemarahan yang hampir meledak, ia acungkan pisau itu tepat ke muka ayahnya.

"Apa yang kau lakukan pada Tia ??! !", teriak Sekar kesetanan

"Apa maksudmu ? Tia ? Tia siapa ?”, tanya Ayah Sekar pucat pasi. Sementara ibunya hanya bisa terbelalak melihat Sekar.

"Arghh…jangan pura-pura. Kau mau membunuhnya lagi.Bajingan kau.. bangsat !". Sambil pisaunya akan disabetkan di leher ayahnya.

Dengan sigap ayahnya memegang tangan Sekar dan merebut pisau itu dari tangannya. Sekar berteriak-teriak memberontak, namun akhirnya pisau itu bisa diambilnya. Kini tubuh Sekar sudah berada di pelukan ayahnya dan ia tak bisa lepas. Sekar berteriak-teriak menyebut nama Tia.

"Jangan.. .jangan lukai Tia !!! Jangann……Jangann…..lukai Tia lagiii !!!”.

“Tia kamu jangan mendekat. Tetap di pintu itu !!!. Ayahku gila. Tia cepat pergi dari situ !!", teriak Sekar sambil memandang ke arah pintu. Kontan saja kedua orang tuanya pun melihat ke arah yang sama. Dan....tak ada apapun di situ.

o0o

Salah satu bangsal rumah sakit jiwa nampak bersih dan putih. Terlihat sosok Sekar duduk termangu sambil sesekali mulutnya berbicara. Ayah, Ibu dan sahabat Sekar tampak melihatnya dengan pandangan miris dari luar teralis.

" Tia. .. sekarang nggak akan lagi yang ganggu Tia. Dia takut sama Kak Sekar . Sini mendekat sama Kakak ", gumam Sekar sambil bergerak seolah memeluk sesuatu.

"Terima kasih ya, Kak. Tia nggak akan ninggalin Kakak ", ucap Tia sambil memeluk Sekar.


No comments: