Malam ini masihlah tetap seperti malam-malam yang kemarin. Hanya bedanya aku tak bisa tidur. Meskipun seharian tadi aku merasa sangat lelah karena harus bergulat dengan pakaian kotor suami dan anak-anakku, tapi entah malam ini aku begitu resah. Pikiranku melayang-layang entah kemana. Sudah beberapa hari ini aku sering terbangun tiba-tiba.
Malam menjadi semakin larut. Suamiku sudah tampak nyenyak tidur di samping tubuhku. Aroma tubuhnya lekat dengan hidungku. Yah…aroma inilah yang selalu kurindukan darinya. Aroma inilah yang membuatku nyaman ketika kurasakan kecemasan melandaku. Dari keremangan cahaya kamarku, kulihat gurat ketegasan di wajahnya. Menyiratkan bahwa ia seorang lelaki yang tangguh. Tak dirasakan lelah yang menempanya selama sesiangan tadi. “ Abi, aku sayang kamu “, bisikku di telinganya lembut. Hmm…kebiasaanku sehari-hari pada Abiku tersayang itu. Usia perkawinan yang sudah tak muda lagi bagi kami, tak membuatku berjarak dengannya. Malah aku semakin sering bergelayut manja padanya. Bagaimana tidak , rasanya aku tak tahan saat ia di dekatku. Bawaannya pingin memeluknya terus.
Tak peduli ia kelelahan sehabis mengantarkan penumpang ke sana kemari. Rasanya damai sekali berdekatan dengan Abiku. Sosok lelaki ‘jantan’ yang membuatku merasa menjadi bidadari di matanya. Perlakuannya padaku, sering membuatku gemas. Ia masih saja memperlakukanku seperti gadis kecil yang manja, meski di usiaku yang menjelang senja ini. Pernah suatu saat ia cemburu padaku, karena ada tetangga yang menggodaku, tapi ia bukannya malah marah-marah, tapi ia malah dengan erat memelukku sepanjang jalan di kampung. Sambil sesekali mengelus-elus kepalaku.Hhh….
Ups…Abi mulai membuka matanya, bisikku dalam hati.Dan aku berpura-pura memejamkan mataku agar terlihat aku sedang tidur. Kuintip ia perlahan-lahan dari balik bulu mataku, dan kulihat ia sedang mengendap-endap menuju kamar mandi. Dan aku sudah tak heran lagi. Seperti di tiap-tiap malam biasanya, ia pasti hendak ‘bercinta dengan Rabbnya. Tiba-tiba kurasakan sentuhan lembut di pipiku, sepertinya Abi ingin mengajakku turut serta. “ Umi sayang….., bangun yuk. Ada banyak malaikat yang datang malam ini. Maukah turut serta memuja nama Rabb kita ??. Bidadariku yang manis, bangunlah sejenak, yuk….buka mata dulu. Bentar aja “, bisik Abiku lembut di sela-sela rambut-rambut kecil yang menutupi telingaku. Ah..kurasakan getaran hebat di tubuhku. Aku pun terbangun dan langsung memeluknya. Duh…kangen sekali aku padanya.
Setelah mengambil air wudlu, aku dan Abiku mulai melakukan sholat lail. Sambil sesekali kudengarkan isakan dari mulutnya, suasana malamku menjadi begitu damai sekali. Seusai sholat aku bermuhasabah dengannya. Introspeksi diri dan saling mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Selalu begitu saja tiap-tiap malamku.
Karena Abiku masih merasakan kelelahan yang teramat sangat karena mengayuh becaknya di sepanjang jalan raya seharian tadi, ia biasanya menyempatkan diri untuk tidur-tiduran sejenak. Sementara aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bagi anak-anakku. O iya aku lupa, batinku. Hari ini Abiku berulang tahun. Inilah yang menjadi beban pikiranku beberapa hari kemarin. Duh…aku tak punya uang lebih untuk membelikannya sesuatu yang berharga. Uang belanja dari Abi kemarin saja hampir habis untuk biaya pengobatan anakku yang paling kecil. Terus aku mesti gimana ??
Yah…..aku tahu. Aku langsung menuju ke kebun belakang dan mulai menggali-gali tanah. Kucabut akar pohon yang sdah tampak membesar itu. Sebatang ketela pohon kudapati di sana. Dengan cekatan aku mengulitinya dan mulai membersihkannya. Aku mau bikin roti tart dari singkong. Dengan berbekal pengalaman sehari-hariku mengolah bahan makanan yang satu itu, akhirnya singkong kukusku itupun jadi. Sebelumnya kucetak dulu di sebuah loyang berbentuk bundar agar semakin mirip dengan kue tart. Lalu setelah matang di atsnya kuberi taburan gula putih dan sedikit gula merah juga tak lupa satu lilin kecil di tengahnya. Wow…kue yang cantik, seruku.
Ketika Adzan subuh berkumandang aku dan seluruh keluargaku sholat berjamaah di mushola sebelah rumah. Kebiasaan ini masih saja melekat pada keluarga kami, meski sudah bertahun-tahun sejak kami memulainya pertama kali. Beberapa menit kami berada di mushola, kemudian ketika sampai di rumah, aku meminta pada seluruh keluargakuagar berkumpul di dapur. Dan dengan mesranya aku memeluk Abiku dari belakang dan mengucapkan “ Selamat Ulang Tahun, Abi sayang. Semoga Allah memberkahi umurmu”, ucapku padanya dan akhirnya diikuti semua anak-anakku. Abiku begitu terpesona ketika kuperlihatkan kue tart bikinanku itu. Bahkan sampai-sampai ia berani mencium pipiku di depan anak-anak. Dan tak lupa usapan lembut di kepalaku, yang selalu membuatku seperti gadis belasan tahun. Ah.. Abi semoga di usiamu yang semakin senja ini, engkau selalu diberi kekuatan untuk menghadapi pahit getir hidup ini bersamaku, hingga ssaatnya nanti kita berpisah. “ Kami semua sayang Abi !!!”, ucap aku dan anak-anakku berbarengan sambil memeluknya erat. Lalu kami tertawa bersama-sama.
Friday, February 03, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment